Beranda

Thursday, June 7, 2012

Pengaruh Dahsyat Suara Ibu; In Memeoriam KH. Muhammad Abubakar

Pengaruh Dahsyat Suara Ibu
(Catatan Umarulfaruq Abubakar, dalam buku: Ada Cinta di Mata Aba, In Memeoriam KH. Muhammad Abubakar)

Tadi pagi saya baru menelpon Ibu saya di Indonesia. Saya sempat bicara sekitar 23 menit dan harus terhenti karena pulsa habis. Sayup suara penuh cinta di Desa Modelomo sana, di Boalemo-Gorontalo, begitu merdu terdengar di jiwa. Merdu sekali, mengalahkan keindahan suara apa pun.

Ada pengaruh dahsyat terasa di setiap ungkapan. Perpisahan jasad yang sudah berumur lebih tiga tahun semakin merekatkan ikatan hati. Selalu ada harap untuk terus mendengarkan suara sakti di seberang sana dan selalu ada bahagia setelah mendengarkannya.

Inilah cara up date semangat paling jitu. Bagi saya, suara ibu ibarat sutera halus membungkus jiwa yang tulus. Ia ibarat gerimis embun tiris memekarkan bunga-bunga. Ia ibarat topan beliung yang mengguncang laut ke relung-relung. Ia adalah gemericik air di taman asri. Ia penumbang segala belantara duka dan nestapa. Ia selalu sakti mengalirkan kekuatan, memberikan keteduhan, melambungkan cita-cita, meningkatkan ketegaran. Maka ingin selalu aku mendengarkan suara itu setiap hari, setiap waktu. Namun ujung-ujungya pulsa jualah yang membatasi. Maklum, anak rantau.

Di hadapan Ibu, saya dapat bercerita apa saja. Saya dapat membanggakan diri sepuas-puasnya dengan penuh kejujuran, sebab hal itu bisa ikut membuatnya bangga. Saya tak perlu berkecil hati dan takut dianggap sombong karena membanggakan diri sendiri. Sebab keadaan diri saya sekarang kini dan bagaimana nanti itu adalah hasil sentuhan tangannya juga.

Saya pun bisa bercerita tentang segala halangan, rintangan, dan penderitaan hidup yang ada, tanpa merasa khawatir dianggap lemah. Sebab jiwanya begitu luas untuk menampung segala keluh kesah itu, dan pada dirinya selalu ada obat penawar yang manjur hasil ramuan pengalaman hidup yang panjang.

Ketika perang berkecamuk antara dua pasukan Abdullah bin Zubair dan tentara Hajjaj bin Yusuf, perwira perkasa ini menyempatkan diri menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.

“Mengapa tampak ada ketakutan di matamu, nak?” tanya Asma bin Abu Bakar kepada putranya.
“Ibu, Demi Allah saya tidak takut. Hanya saja saya khawatir mereka akan menyiksa tubuhku setelah aku mati nanti” jawab Abdullah.
“Ketahuilah anakku, sesungguhnya kambing yang telah mati itu tidak akan merasa sakit lagi ketika dikuliti”

Mata Abdullah langsung berbinar. Segera ia bangkit menyambar pedangnya. Ada semangat yang tiba-tiba menyala di dalam dadanya.

“Anakku, apa yang engkau pakai di badanmu itu?” tanya Asma’ lagi.
“Ini baju besi, Ibu, untuk melindungi tubuhku dari panah dan tombak”
“Apa yang kamu lakukan ini bukanlah tindakan seorang yang pemberani, anakku “

Abdullah langsung melemparkan baju besi yang dipakainya. Ia maju menerjang ke medang juang dengan berani dan gagah perkasa, hingga akhirnya ia gugur dengan terhormat sebagai seorang pahlawan.

Di pelosok Gaza sana, ada seorang ibu yang hanya tinggal bersama putra tunggalnya. Ayah dari putra itu telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Betapa besar cintanya kepada sang anak, harta berharga satu-satunya yang ia miliki. Namun aura kecintaan tidak menyelimuti hati dan melarutkan kesedihannya dalam waktu lama. Dalam usia yang sangat dini, ia membawa anaknya ke Mekah. Ia suruh anaknya yang masih kecil itu untuk belajar walaupun harus meninggalkannya sendirian di usia tuanya. Sang anak pun merantau dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menambah ilmu pengetahuan dan memenuhi harapan ibunya.

Pengorbanan cinta yang tak sia-sia. Tibalah saatnya sang anak bisa menjadi maestro di jagat ilmu pengetahuan. Namanya kini terus berkibar, mewariskan peninggalan yang amat sangat bernilai bagi peradaban umat manusia, terutama di bidang fiqih dan hukum islam. Anak kecil itu bernama Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I atau lebih dikenal Imam Syafi’I, imam Mazhab Syafi’i. Seorang ilmuan yang ilmunya memenuhi kehidupan umat manusia sejak beberapa abad yang silam.

Alangkah besar pengaruh Ibu dalam perjalanan kehidupan seorang anak. Doa ibu punya kedahsyatan tersendiri. Suara ibu punya pengaruh lain di dalam jiwa. Saya pernah mendengarkan banyak kisah mereka yang hampir putus asa namun kemudian bangkit setelah mendengarkan suara ibunya yang berada nun jauh disana.

Kapankah engkau terakhir kali berbicara dengan ibumu, kawan?

Sosok yang mulia itu senantiasa merindukanmu.

Kepada mereka yang diberi kehormatan menjadi ibu, jangan meremehkan pengaruh dahsyatmu pada anak-anak yang engkau miliki. Kasih sayang dan dukunganmu mengalirkan kepercayaan diri yang tinggi bagi anak-anakmu. Dalam senyummu, ada bahagia yang luar biasa bagi jiwa putra-putrimu. Dalam doamu, ada kekuatan yang mengguncang langit ketujuh. Dalam suaramu, ada selaksa keteduhan yang menyejukkan. Dirimu sangat menentukan masa depan putra-putrimu itu.

Kepada Ibuku, ucap terimakasihku sepanjang waktu. Doamu sangat kuharapkan selalu.

0 comments:

Post a Comment