Beranda

Sunday, May 18, 2014

Gedung Kampus Alkhairaat

Kegiatan Abnaul Khairaat

Sebaiknya Menghafal Dari Satu Mushaf




Ini adalah salah satu nasehat yang sangat penting dan diwasiatkan oleh banyak guru tahfiz. Hendaknya dari awal kita menghafal dari satu mushaf dan tidak berganti-ganti. Mushaf yang paling baik adalah mushaf yang dimulai dengan ayat dan diakhiri dengan ayat agar hafalan ayatnya tidak terpotong.

Ada juga yang memilih mushaf yang bagian akhirnya tidak sempurna satu ayat, lalu disempurnakan pada halaman berikutnya, dengan alasan agar memudahkan mengingat halaman selanjutnya.

Ketika sudah memiliki satu mushaf yang biasa kita gunakan untuk menghafal, maka jagalah mushaf ini dengan baik dan jangan sampai hilang. Ketika menghafal, gunakanlah terus mushaf ini dan jangan berganti ke mushaf lainnya. Berilah tanda dengan pulpen atau pensil pada setiap ayat yang kita merasa kesulitan menghafalnya atau sering lupa ketika tiba di ayat tersebut. Tanda-tanda ini akan sangat bermanfaat dan membantu kita dalam proses menghafal.

Begitu pula bila kita menemukan makna-makna baru dalam tilawah atau tahfiz, maka sangat baik bila kita memberi tanda pada ayat atau kata-kata Al-Qur’an yang menyentuh hati, kemudian membuka kitab tafsir atau bertanya kepada seorang ustadz tentang makna ayat tersebut. Bisa pula dengan menambahkan sedikit catatan pinggir dengan menuliskan kata kunci di samping halaman ayat, terutama ketika kita bertemu dengan ayat-ayat yang sama atau mirip. Misalnya ketika membaca sebuah ayat di Surah An-Nur, lalu kita teringat ayat ini ada di Surah Ali Imran, maka di ayat yang mirip itu kita menuliskan Surah Ali Imran ayat sekian, dengan memperhatikan ayat sebelum dan sesudahnya.

Mushaf yang berganti-ganti membuat proses tahfiz tidak dapat berjalan dengan lancar. Sebab memang sudah kebiasaan seorang yang mulai menghafal, terlebih dahulu membayangkan bentuk halaman dan sususan ayat sebelum mengingat ayat-ayat yang ada di halaman tersebut. Terlebih lagi pada kata-kata atau ayat-ayat yang sudah kita beri tanda sebelumnya.

Saya pribadi merasakan, mengganti-ganti mushaf dalam menghafal menyebabkan kebingungan. Apalagi bila penempatan urutan ayat-ayatnya tidak sama dengan mushaf yang sebelumya.

Saya pernah merasakan betapa kehilangan mushaf adalah salah satu musibah yang besar. Seringkali semangat tilawah dan tahfiz menurun drastis karena mushaf saya hilang. Mungkin saja ini salah satu godaan setan untuk melemahkan tilawah. Tapi memang bila kita sudah akrab dan terbiasa dengan sesuatu, untuk menggantinya dengan yang lain perlu sedikit adaptasi psikologi lagi.

Diantara para santri saya banyak yang kesulitan untuk melanjutkan hafalan dan berhari-hari tidak menyetorkan hafalan karena mushafnya hilang, dan tidak merasa nyaman ketika menggunakan mushaf lainnya.

Ketika kita konsisten menggunakan satu mushaf, maka biasanyan yang terukir dalam benak kita adalah gambar halaman. Permulaan surah ada pada halaman ini, dan permulaan juz ada pada halaman itu. Bahkan kita juga bisa mengingat di halaman berapa surah dan juz itu akan berakhir serta berapa ayat di dalamnya. Semua itu memantapkan hafalan dan menjadikan kita lebih mampu untuk menyambung, menggabungkan, dan menyelesaikan halaman dengan baik, cepat, dan kuat.

H. Umarulfaruq Abubakar, Lc.

Wednesday, January 9, 2013

DALIL KOPLAK PENGASONG LIBERALISME


Islamedia - Berita tentang Aceh selalu seksi. Sebab Aceh adalah serambi Mekkah yang dengan otonomi khusus dan keistimewaannya telah mendeklarasikan diri sebagai provinsi yang melaksanakan syariat Islam. Memang faktanya selalu ada upaya menyudutkan syariat Islam yang diformalisasikan menjadi hukum positif. Sedikit saja ada kebijakan baru, lantas berbondong-bondonglah wartawan dari berbagai penjuru untuk meliputnya, namun dengan angle yang diskriminatif: HAM.

Bagaimana tidak? Setiap berita tentang sesuatu yang bernuansa syariah, pastilah media-media ini dengan cepat melakukan investigasi dan menguliti peristiwanya dengan kacamata mereka. Maka ini melanggar kebebasan, ini mengekang perempuan, itu menodai HAM dan itu mencederai domokrasi. Begitulah kilahnya.

Sampai akhirnya ketika kemarin "Ngangkang Style" menjadi salah satu trending topic nasional. Pasalnya adalah apa yang disebut para wartawan sebagai "perda syariah tentang larangan duduk mengangkang di sepeda motor" yang akan diterapkan oleh Walikota Lhokseumawe kepada seluruh warganya. Sampai koran The Jakarta Post menjadikannya salah satu topik utama. Media asing semacam BBC pun tak mau ketinggalan memberitakannya. Heboh sekali, bukan?

Namun lihatlah dengan jujur. Yang ada hanyalah upaya merorong Islam. Pemberitaan yang berseliweran di media tak memenuhi asas cover both side. Narasumber berita hanya berasal dari kelompok yang kontra peraturan tersebut. Kalau tidak aktivis NGO HAM, ya aktivis Komnas Perempuan. Nanti, agar seolah-olah mengcover posisi ulama, sebagai reprentasi muslim diwawancarailah para "cendekiawan muslim" seperi Ulil Abshar Abdalla dan Siti Musdah Mulia. Ya wajar saja mereka menolak, wong mereka memang anti formalisasi syariah. Wong mereka memang dari kalangan liberal yang menolak ajaran agama sebagai sumber hukum.

Sampai tadi malam, dalam acara Debat di Kabar Petang TV One membahas kembali tema itu dengan judul provokatif, "Perda Syariah, Siapa Resah?". Dihadirkanlah Yenni Wahid dari Wahid Institute, Neng Dara Affiah dari Komnas Perempuan, Jazuli Juwaini anggota DPR RI FPKS dan Kapuspen Kemendagri. Kalau pejabat Kemendagri sudah pasti jawabannya standar. Semua ada prosedurnya. Nanti kita akan konfirmasi, klarifikasi dan seterusnya. Okelah.. Memang begitu aturannya.

Nah, yang bikin geli adalah kekoplakan dalil pengasong liberalisme seperti Yenni, Dara dan sejumlah hadirin yang sengaja dihadirkan seperti Ulil Abshar, Siti Musdah Mulia serta sejumlah aktivis HAM. Dalam debat itu, semua dalih mereka dimentahkan. Yang buat istilah "Perda Syariah" siapa? Itulah taktik liberalis mengelabui orang awam dengan permainan istilah. Padahal tak ada Perda Syariah. Hanya LSM komprador yang mendapat kucuran dollar dari Barat yang setia menggunakan terma ambigu semacam itu.

Lalu, muncul lagi pernyataan bahwa perda ini "diskriminatif terhadap perempuan". Secara telak, Mahendradata memukul statement koplak ini. Apa dulu definisi diskriminatif itu? Apa itu diskriminasi? Toh perempuan dan laki-laki secara kodrat memang berbeda. Apakah setiap perbedaan itu disebut diskriminasi? Kalau begitu kebijakan cuti hamil 3 bulan itu diskriminatif, dong? Soalnya laki-laki tidak mendapat hak yang sama. Kalau begitu diskriminatif juga dong panitia acara yang hanya memberi makan malam pada pembicara, namun tidak kepada peserta? Para hadirin hanya bisa tersenyum dan tertawa seraya bertepuk tangan atas kalahnya dalih koplak kaum liberalis.

Selain itu, muncul juga istilah "perda kontroversial". Lagi-lagi Mahendrata meluruskan kesesatan istilah tersebut. Yang dimaksud kontroversi itu apa? Apakah satu dua orang tidak setuju, sementara ribuan yang lain setuju lantas disebut kontroversial? Mati kutu. Begitulah kaum liberalis tak bisa menjawab. Lantas Siti Musdah Mulia mengalihkan pembicaraan, ia yang awalnya tak setuju syariah di awal debat berubah pikiran. Namun setelah kalah debat, ia mengubah strategi. Larikan tema pembicaraan. Dan saya sudah menduga dia dan juga Ulil akan bertanya, "Oke, syariat Islam. Tapi syariat Islam yang mana? Islam menurut siapa? Karena setiap agama memiliki interpretasi yang tidak tunggal." Duh.. Cape deh. Ini alasan yang gokil banget. Khas pemuja relativisme yang anti kebenaran. Khas orang-orang yang malas berdiskusi.

Yang lebih lucu adalah saat Yenni Wahid di pengujung acara mengatakan kalau kodrat perempuan hanya 4 yaitu menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. " Di luar itu, laki-laki dan perempuan semuanya sama," pungkasnya. Oke, tentu saja semua sepakat laki-laki dan perempuan harus adil dalam pembagian hak dan kewajibannya. Sebagai Muslim, pedoman pembagian hak dan kewajiban juga sudah tegas dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi. Jadi sah-sah saja kalau umat Islam menggunakan ajaran agamanya sebagai patokan hukum. Perempuan dan laki-laki sama-sama boleh mendapat pendidikan oke, sama-sama boleh berkerja oke, sama-sama mendapat kesempatan politik juga tidak masalah. Namun jangan sampai atas nama kesetaraan, lantas aktivis yang mengaku “membela kepentingan perempuan” menggugat ajaran agama. Jangan aturan menutup aurat dituduh mengekang kebebasan. Jangan larangan berkhalwat difitnah memasung hak asasi.

Semua pernyataan Yenni ini sebenarnya di awal sudah dimentahkan oleh Jazuli Juwaini dan Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia. Juga fitnah soal Indonesia bukan negara agama. Kata Jazuli, memang kita bukan negara agama, kita sepakat dengan itu. Namun kita juga bukan negara sekuler. Kita tidak anti agama. Tidak boleh negara memberangus ajaran agama. Apalagi konstitusi kita Pancasila, menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Ismail Yusanto menambahkan, dalam ajaran Islam, kewajiban syariat Islam hanya berlaku untuk umat Islam, sementara untuk yang beragama lain tetap diberikan kebebasan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Jadi, tidak ada diskriminasi dan pemaksaan seperti yang selalu digembar-gemborkan media.
Uniknya, Yenni Wahid dalam acara itu membuat perumpamaan yang sempat mendapat aplaus hadirin. Dia mengkritisi perda-perda yang mewajibkan perempuan menutup aurat. Katanya, yang kotor itu adalah otaknya laki-laki. “Masa’ melihat perempuan ngangkang di sepeda motor bisa merangsang birahi?” Dia mencontohkan negara-negara Arab yang perempuan menutup aurat namun tingkat perkosaannya nomor wahid, mengalahkan negara Eropa yang perempuannya buka-bukaan. Sedihnya, pernyataannya ini adalah kedustaan belaka. Entah dia sadar atau tidak. Ustadz Abdullah Haidir,Lc sebagaimana dikutip fimadani.com mengatakan, “Berdasarkan statistik resmi, negara papan atas kejahatan perkosaan terhadap warganya justru diduduki oleh negara-negara Eropa. Bagaimana dengan Arab Saudi? Dari 116 negara yang diteliti, Arab Saudi justru berada di peringkat terbawah di posisi 115.” Cek saja sumbernya di http://www.nationmaster.com/graph/cri_rap-crime-rapes. Kata anak Medan, “Bah, botullah koplaknya penyembah berhala liberalisme ini. Kekmananya? Ngomong di tipi pun menipu.”

Mendudukkan “Perda Ngangkang”

Benarkah ada Perda Ngangkang? Cek langsung ke lapangan dan Anda akan menemukan bahwa yang ada hanyalah Seruan Bersama yang diteken Walikota, Ketua DPR Kota Lhokseumawe, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Lhokseumawe dan Ketua Majelis Adat Aceh Kota Lhokseumawe. Isinya juga tidak seheboh yang ada di pemberitaan media. Seruan tersebut juga tidak hanya melarang duduk mengangkang, tapi juga menyeru tentang berpakaian sopan. Bahkan larangan duduk mengangkang itu mendapat pengecualian dalam kondisi darurat. Bukankah ini satu hal yang wajar? Apalagi bagi Aceh, provinsi yang khusus lagi istimewa?

Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) menilai, perempuan duduk mengangkang di atas sepeda motor dengan aurat terbuka atau tidak mengenakan pakaian muslimah, bisa meruntuhkan marwah seorang perempuan. “Kebijakan ini bisa mengembalikan marwah perempuan yang ada di Aceh, kalau yang di luar Aceh tidak ada problem. Berbicara marwah sangat tergantung pada daerah," katanya, dilansir Okezone, Kamis (3/1/2013)”

Dari sisi agama, perempuan tetap diperbolehkan duduk terbuka atau ngangkang di sepeda motor asal jangan sampai terbuka auratnya dan tidak menciderai marwah seorang perempuan. “Sah-sah saja, asal aurat tetap terjaga, pakaian tetap sopan tidak menyerupai laki-laki, dan tidak menciderai marwah perempuan itu sendiri," ujar Faisal yang juga Ketua PW Nahdatul Ulama Aceh.

Dalam konteks adat istiadat, seorang perempuan yang duduk ngangkang di sepeda motor menyerupai laki-laki dinilai bisa meruntuhkan marwah perempuan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai keAcehan. Ini tidak hanya identik dengan syariat Islam, tapi kalau saya lihat lebih kepada upaya untuk mengembalikan adat istiadat dan budaya Aceh yang mulai hilang. Sekira 20 tahun lalu, lanjut Faisal, perempuan ngangkang di sepeda motor merupakan hal tabu dan langka di Aceh, karena duduk seperti itu dinilai bisa menjatuhkan harga diri perempuan itu sendiri.

Aktivis Gerakan #SyariatkanMedia, Muda Bentara melalu akun jejaring sosialnya berpendapat bahwa menerapkan aturan berbasis kearifan lokal adalah hak setiap daerah. Meskipun aneh, namun begitulah local wisdom Aceh. Duduk secara mengangkang (duek phang) memang tabu dalam tradisi Aceh. “Mungkin Pemko di sana punya pertimbangan lain. Misal seperti Singapura yang melarang memelihara kucing bagi penduduknya, melarang penjualan permen karet. Ataupun semisal Inggris yang tak boleh menampilkan dua jari (victory) yang disana dianggap menghina. Misal ketika di Amerika ada aturan yang apabila ada orang yang menyapa orang lain sambil mengupil maka hal itu bisa dipidanakan, misal juga ketika seseorang di Amerika menampilkan ekspresi jari yang dianggap melecehkan, misal juga sebuah maskapai penerbangan di New Zealand yang tak membolehkan penumpangan mengenakan celana kendor dan apabila mengenakannya akan diturunkan dari pesawat, “ urainya panjang lebar. Itu semua negara maju dan tak ada yang protes serta meributkan.

Lebih tegas, aktivis Pusat Kebudayaan Aceh Turki (PuKAT), Thayeb Loh Angen dalam sebuah diskusi budaya di Banda Aceh mengatakan bahwa aturan baru Walikota Lhokseumawe adalah hak eksklusif penduduk setempat. Kritikan yang berkembang selama ini kebanyakan datang dari penduduk luar kota Lhokseumawe merupakan hal yang tidak pada tempatnya. Setuju atau tidak tentang aturan itu adalah hak mutlak penduduk Kota Lhokseumawe. “Ini bukan artinya saya mendukung kebijakan pemerintah Kota Lhokseumawe tentang larangan tersebut atau karena asal saya dari sana, tidak sama sekali. Saya katakan ini karena inilah kebenarannya. Setiap wilayah dan daerah punya hak eksklusif. Ini salah satunya,” kata Thayeb.

Rektor Institut Sastra Hamzah Fansuri ini mengingatkan supaya orang-orang mengurus daerahnya atau keluarganya masing-masing. Menurutnya, ini negara demokrasi, setiap daerah punya hak dan kebudayaannya. “Orang Aceh atau Indonesia jangan seperti istilah hadih majaAceh, ‘Keubeue grop paya guda coat iku (kerbau turun ke paya tapi malah kuda yang ketakutan sampai teak ekornya-red). Lucu jika aturan Lhokseumawe diprotes oleh orang Aceh Utara, apalagi Banda Aceh atau Jakarta. Itu tidak pada tempatnya. Sebaiknya orang mengurus daerah atau keluarganya masing-masing,” kata Thayeb.

Epilog

Intinya, semangat Walikota Lhokseumawe untuk melestarikan adatnya adalah sah dan bahkan patut didukung. Bagi orang Aceh agama ngon adat lagee dzat ngon sifeut. Agama dengan adat seperti dzat dengan sifat, tak bisa dipisahkan antara Aceh dan Islam. Seperti juga Minang yang punya asas adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kalau kita memang pro demokrasi maka hargailah budaya lokal setempat dan hormatilah aspirasi masyarakat Lhokseumawe. Jangan karena lemahnya pemahaman atau kurangnya iman, membuat kita mati-matian menentang Islam. Kalau cuma perkara teknis yang jadi masalah tentu bisa didialogkan. Kalau isi seruan ini dianggap terlalu mengada-ada atau kurang sempurna, silakan sampaikan kritik dan masukan dengan jalurnya. Kata Mahendradata, “Kalau Anda rasa ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi silakan adukan ke Mahkamah Agung. Toh dulu Anda sudah kalah saat judicial review di MK.”

Yang jelas, jangan lagi pakai dalil dan fakta koplak hanya untuk menentang syariah. Tak usah provokasi masyarakat dengan berita dan informasi bohong. Nikmati saja demokrasi ini. Kita rayakan kebebasan dengan tanggungjawab sesuai hukum. Dan kita buktikan apakah Syariah atau Liberalisme yang membawa berkah? Wallahua’lam bish-shawab.

Anugrah Roby Syahputra
Penulis adalah pegiat Kelompok Studi Ulil Abshar Banda Aceh.

Tuesday, December 18, 2012

Ada Cinta di Mata Aba (In Memoriam KH. Muhammad Abubakar)


Buku ini adalah kumpulan tulisan tentang kisah dan pengalaman Penulis dan adik-adiknya bersama Aba—panggilan untuk KH. Muhammad Abubakar, Guru Besar Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta. Cerita-cerita dalam tulisan sungguh sangan inspiratif dan menggungah.

Kisah dan pengalaman ini dituliskan kembali agar Beliau tak hanya menjadi ingatan dalam memori yang menjadi indah untuk dikenang, lalu selanjutnya dilupakan. Harapan penulis, teladan Beliau akan memberi inspirasi bagi Abnaul Khairaat dan Masyarakat secara umum,untuk kemudian diteladani dan dijadikan pelajaran. Bagaimana menjadi Ayah, Guru, Suami dan Sahabat yang baik bagi semua di saat suka maupun duka, dan ikut menjadi bagian dari catatan sejarah umat manusia.

Untuk melihat resensi buku dalam video. klik di sini!

--------

Penulis: Umarulfaruq Abubakar dan Adik-adik
Cet.2 – Cairo : Buana Cita Media, 2011,
138 hlm. 14x19 cm
ISBN: 978-602-99204-0-6

Dahsyatnya Ikhlas, Sabar, Qana'ah


Ikhlas …. Sabar …. Qanaah …. Sebaiknya Anda memiliki 3 sifat utama tersebut. Ketiganya adalah bekal yang sangat mulia dalam mengantarkan seseorang meraih hidup sukses dan barakah. Banyak orang yang besar dan sukses karena memiliki 3 sifat tersebut. Tiga sifat utama yang sangat dahsyat pengaruhnya. Ketiganya merupakan menu favorit untuk meraih kesuksesan dan keberkahan hidup.

Dengan ikhlas amalan menjadi utuh dan tidak tersia-siakan

Dengan Sabar hidup menjadi indah dan setiap detik menjadi goresan amal

Dengan qanaah hidup bahagia, penuh rasa ridha, tanpa dipenuhi angan-angan yang panjang


Tiga modal utama untuk menikmati hidup yang benar-benar indah, bahagia, dan bernilai ibadah…….. Benar-benar Dahsyat…~~

***
Di sisi kanan kiri kita banyak orang-orang luar biasa yang memberikan pelajaran tentang keikhlasan, kesabaran dan qanaah. Bagi mereka ketiga sifat itu bukan teori belaka, tapi benar-benar sudah terpraktekan dalam kehidupan. Sebab memang fitrah jiwa ini diciptakan untuk tunduk kepada yang Sang Pencipta-Nya.

Buku ini mengulas hal-hal tersebut. Mengangkat beberapa fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan kita, memotret keseharian hidup anak manusia, dan meletakkannya dalam bingkai indahnya keteladanan. Mengajak setiap orang menikmati hidupnya dengan rasa ikhlas, sabar, dan qanaah.

***

Alhamdulillah buku Karya Umarul Faruq Lc. ini sudah terbit.

Diterbitkan oleh Penerbit Ziyad Visi Media Solo. Dengan tebal 146 halaman dan Harganya 32.000.

Bagi yang berminat, silahkan langsung berkunjung ke Toko Buku Gramedia dan toko-toko buku lainnya yang ada di tempat anda.

Selamat Menikmati…!

SHALAT KHUSYU


Alangkah meruginya kita, bila kita dengan sepuas-puasnya, menggunakan 23 jam sehari semalam untuk kepentingan dunia yang sesaat namun enggan untuk memanfaatkan waktu sejam saja untuk kehidupan abadi yang tiada batas. Kita habiskan waktu untuk bermain-main dan sibuk dengan urusan dunia, namun tidak kita berikan waktu kepada diri ini sesaat saja untuk khusyu menghadap Tuhan kita.

Sungguh, shalat khusyu adalah karunia yang istimewa. Setelah menghadapi penat duniawi yang melelahkan hati, kita diberikan kesempatan untuk mengembalikan hati ke posisi terbaiknya yang mempunya koneksi ke ar-rafiqul a’lâ. Jiwa kita menemukan kesejatiannya, semakin bersih dan bersinar, melahirkan nilai-nilai yang mulia.

Saat kita terlalu larut dalam keduniaan yang membuat kita galau, khawatir dan penuh keresahan, kita diberikan waktu untuk melaksanakan shalat yang dapat mengembalikan jiwa ke dalam lingkar tenang dan bahagia.

Sungguh, kita semua merindukan saat-saat yang sangat bernilai, yaitu saat kita mampu menghadirkan khusyu dalam shalat. Inilah kemenangan yang akan menghadirkan kebahagiaan sejati, di dunia dan akhirat.Sudah sepantasnya kita bersedih ketika kita tidak khusyu’ saat melaksanakan shalat, sebab itu berarti kita telah kehilangan banyak keutamaan.

Sebentar lagi kita tutup usia, sementara diri kita rasanya belum pernah melaksanakan shalat dengan sekhusyu-khusyuknya. Ingin sekali kita merasakan kekhusyukan, namun belum mengerti bagaimana cara meraihnya. Apa yang harus kita lakukan untuk meraih shalat khusyu? Bagaimana cara meningkatkan kualitas shalat?

Insya Allah buku ini dapat memberikan pencerahan dan membantu kita menemukan kekhusyukan.

================

Judul Buku:

Nikmatnya Shalat Khusyu; Rahasia Hidup Sukses Bahagia

Penulis:

Umar Al-Faruq, Lc.

Penerbit:

Ziyad Visi Media-Solo

Harga:

Rp. 30.000

Kontak:

0271-727072

www. ziyadbooks.com