Beranda

Friday, May 4, 2012

Sibawaihin; In Memeoriam KH. Muhammad Abubakar

Sibawaihin
(Catatan Luqmanul Hakim Abubakar, dalam buku: Ada Cinta di Mata Aba, In Memeoriam KH. Muhammad Abubakar)


Sekolahnya memang tidak selancar anak-anak lain di masanya. Kematian ayah tercinta di usia tujuh tahun menjadi pukulan berat bagi jiwanya. Ia secara tiba-tiba terbebani untuk bekerja dan membantu penghidupan keluarga. Maka di saat anak-anak lain melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Ia tak punya pilihan selain bekerja. Begitulah, dengan bermodalkan keyakinan dan semangat yang tak pernah surut, Ia terus berusaha. Ia percaya mampu merubah garis hidup keluarganya, dan yakin menjadi orang pertama yang men-tradisi-kan sekolah dalam keluarga. Nasiblah yang menuntunnya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, mengais rezeki dan mengejar cita-cita menuntut ilmu.

Sejak kecil ia telah menjadi murid kesayangan Pak Ki'o, seorang guru agama terkemuka di Bumbulan. Di bawah pengawasan Beliau, Ia belajar mengaji dan menghafal banyak kosa kata Bahasa Arab. Di Alkhairaat Palu, Ia menjadi murid kesayangan Ketua Utama Alkhairaat; Habib Saggaf Al Jufri, cucu Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri; Sang Ulama legendaris, pendiri Alkhairaat.

Dari Habib Saggaf dan beberapa tokoh Alkhairaat lainnya ia belajar Ilmu agama. Hukum Islam, perbandingan agama, retorika, dan ilmu kemasyarakatan, semuanya ia pelajari di sini. Secara khusus ia menekuni Gramatika Bahasa Arab. Buku-buku standar gramatika sangat akrab menemani hari-harinya di Palu, dan telah berulang kali ia tamatkan di hadapan guru-gurunya. Dan di akhir, semua menyadari bahwa ia sangat berbakat dalam cabang ilmu yang lebih dikenal dengan sebutan Ilmu Nahwu ini.

Setelah menamatkan Madrasah Mu'allimin (setingkat Aliyah/SMA), Ia menjadi guru Nahwu di Alkhairaat Palu, kurang lebih sembilan tahun di sana sebelum akhirnya pindah dan mengabdikan ilmunya di Alkhairaat Tilamuta. Kondisi sosial dan lingkunganlah yang membuatnya bertahan, dan menetap lebih dua puluh lima tahun di Tilamuta; mengajar, berdakwah dan bermasyarakat. Karena keahliannya dalam Ilmu Gramatika Bahasa Arab, pada masanya, Nahwu dikenal menjadi ciri khas dan kebanggaan Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta.

Kemampuan Bahasa Arabnya mendapat pengakuan dari guru dan sahabat-sahabatnya. Syekh Abdussalam Fathi Harun ketika kami temui di kediamannya, Propinsi Marsa Matruh, Timur Mesir, menceritakan kekaguman Beliau ketika Aba mampu membedakan terjemahan gonggongan, ringkikan, kokokan, kicauan, auman, embikan dan suara-suara binatang lainnya dalam bahasa Arab. Habib Saggaf, Habib Abdillah memujinya. Ust. Yahya Alamri, Ust. Mutahar Aljufri, Habib Shaleh Aljufri belajar darinya. Prof. Dr. Umar Syihab—saat ujian skripsinya—pernah berkata; "Saya salut dengan kedalaman ilmu Muhammad Abubakar!"

Ilmu Bahasa Arab memang merupakan salah satu cabang ilmu terpenting dalam Islam. Karena ilmu ini menjadi pengantar untuk mendalami Ilmu-ilmu Islam lainnya. Pemahaman terhadap sumber-sumber hukum dalam Islam banyak dipengaruhi oleh pengetahuan Bahasa Arab. Sejauh mana pengetahuan bahasa, sedalam itu juga pemahaman terhadap Hukum Islam. Itulah mengapa para ulama sepakat bahwa salah satu syarat menjadi mujtahid dan berfatwa adalah kemampuan Bahasa Arab yang baik. Sebab sumber-sumber Hukum Islam itu sendiri dibawa oleh Nabi yang berasal dari Arab dan tertulis dengan aksara dan Bahasa Arab. Sebab untuk melakukan komparasi pemikiran Ulama Islam terdahulu dalam menentukan hukum dan berijtihad dibutuhkan kemampuan Bahasa Arab yang mumpuni.

Nabi dan para sahabat adalah orang-orang yang fasih berbahasa Arab. Bahkan terkenal dan diakui kefasehannya di tengah-tengah masyarakat yang juga berbahasa Arab. Para ahli hukum dalam sejarah Islam juga semuanya menekuni Ilmu Nahwu ini. Sebab ia adalah jalan untuk memahami Islam dengan baik. Dalam sejarah perkembangan Nahwu, tokoh paling fenomenal dan paling menguasai ilmu ini digelari Sibawaihi. Sibawaihi adalah gabungan dua kata dari Bahasa Persia. Siba artinya Buah Apel, Waihi artinya Bau.

Ada banyak riwayat, mengapa para ahli Nahwu digelari demikian. Salah satunya adalah karena kehalusan Bahasa Arab mereka sama seperti halusnya bau Buah Apel. Paling tidak sejarah menyebut empat ulama dari empat kawasan yang sempat digelari Sibawaihi. Mereka adalah Imamul 'Arabiyah 'Amr bin Usman bin Qanbar, Imam Muhammad bin Abdul Aziz dari Asbahan, Imam Muhammad bin Musa bin Abdul Aziz dari Mesir dan Imam Abul Hasan Ali bin Abdullah dari kawasan Barat Arab atau Magrib.

Karena kemampuan Nahwu di atas rata-rata pada masanya, teman-teman Aba menggelarinya Sibawaihin, dengan penekanan pada huruf N di akhir kata. Sibawaihin adalah pelesetan dari nama Sibawaihi. Dalam Bahasa Arab, untuk menggelari seseorang yang punya kemampuan mirip dengan tokoh tertentu, digunakan penambahan tanwin. Para ahli bahasa biasa menyebutnya dengan tanwin tankiir. Sibawaihi menjadi Sibawaihin. Dan pada kenyataannya, tidak berlebihan jika menyebut dirinya sebagai salah seorang Sibawaihin Indonesia.

Kairo, 23 April 2010

2 comments:

  1. Alkhairaat Tilamuta dikenal dengan kader-kadernya yang luar biasa dalam ilmu nahwu sharaf. Semoga masih ada penerus Almarhum di sana.

    ReplyDelete
  2. Masih banyak dan akan terus bermunculan, Insya Allah.. amin..

    ReplyDelete